KROMOSOM POLITEN

Minggu, 06 Juni 2010 Label:

I. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami struktur dan bagian dari kromosom politen
Drosophila melanogaster.
2. Mengetahui dan memahami proses pembentukan kromosom politen.
3. Mengetahui dan memahami perbedaan antara kromosom politen dan
kromosom biasa.

II. TEORI
Kemampuan organisme untuk memproduksi jenisnya merupakan salah satu karakteristik yang paling bisa membedakan antara makhluk hidup dengan benda mati. Hal ini terjadi karena setiap sel memiliki materi genetik yang mempengaruhi metabolisme dalam diri mereka. Materi genetik tersebut merupakan kompleks protein-DNA, yang disebut kromatin, diorganisasikan menjadi serat yang tipis dan panjang. Kromatin
dari setiap kromosom menempati area-area terbatas di dalam nukleus interfase, dan serat kromatin yang berisi kromosom berbeda-beda tidak akan saling membelit antara satu sama lain. Bahkan selama interfase, ada beberapa porsi (kadar) dari kromosom tertentu pada beberapa sel yang hadir dalam keadaan yang sangat padat (pita gelap) disebut heterokromatin. Pembentukan heterokromatin merupakan semacam penyesuaian kasar pada kontrol ekspresi gen, karena DNA heterokromatin tidak ditranskripsi (Campbell dkk. 2002: 222, 369).
Eukromatin merupakan bagian kromosom yang hanya dapat dilihat setelah kromosom memadat pada saat mitosis atau meiosis. Eukromatin hanya mengalami sedikit pemadatan dan berwarna lebih terang bila diamati di bawah mikroskop. Eukromatin mengandung sedikit DNA tetapi hampir semua dapat diekspresikan atau hampir semua adalah gen (Fairbanks & Andersen 1999: 307).
Perkembangan interfase pada setiap sel terkadang mengalami pembengkakkan dalam memproduksi kromosom sehingga menjadikannya kromosom dalam jumlah besar disebut kromosom politen. Kromosom politen memiliki ukuran lebih besar dari kromosom biasanya yaitu dapat mencapai seratus kali. Struktur politen dibentuk dari pengulangan replikasi DNA dalam satu lekat kromosom homolog yang bersinapsis tanpa mengulangi pemisahan kromatin tersebut (Hartl. 2005:272).
Pembentukan kromosom politen awalnya hampir sama dengan pembentukan kromosom pada umumnya. Hanya saja perbedaannya diketahui setelah melewati fase G1 atau fase pertumbuhan dan fase S atau fase sintesis DNA, sel melewatkan fase G2 atau fase pengecekan dan fase M atau fase mitotik. Saat fase G1, sel mengalami pertumbuhan seperti biasa, kemudian memasuki fase S, DNA mulai bereplikasi, tetapi karena fase G2 dan fase M dilewatkan, maka siklus akan kembali lagi ke fase G1. Hal tersebut terjadi berulang-ulang, sehingga DNA mengalami replikasi terus-menerus tetapi tidak diikuti dengan pembelahan sel atau intinya. Replikasi DNA yang berulang-ulang tanpa disertai pembelahan sel menyebabkan volume sel tersebut terus meningkat. Peristiwa tersebut dinamakan endoreduplikasi. Endoreduplikasi juga menjadi salah satu penyebab mengapa kromosom politen memiliki ukuran yang jauh lebih besar dibandingkan dengan ukuran kromosom biasa (Passarge 2007: 178).
Makhluk hidup membentuk kromosom politen disebabkan karena untuk pertumbuhannya mahkluk hidup membutuhkan sejumlah protein-DNA yang banyak, dalam hal ini, umumnya terjadi pada larva-larva, seperti kelompok serangga Diptera (nyamuk, lalat dan sebagainya). Hal tersebut disebabkan pada fase larva sangat membutuhkan asupan protein untuk melanjutkan pertumbuhannya menjadi bentuk dewasa (Suryo. 1995: 78).
Percobaan yang dilakukan oleh praktikan menggunakan larva (instar III) Drosophila melanogaster. Hal ini disebabkan instar III memiliki ukuran panjang kira-kira 4,5 milimeter dan pada fase ini larva sudah memiliki organ lengkap sebagai persiapan proses pembentukan pupa hingga menjadi lalat dewasa sehingga larva larva tersebut sangat membutuhkan protein dalam jumlah besar untuk pertumbuhannya dan kromosom politen dapat memberikan suplai protein tersebut. Kelebihan rantai DNA pada kromosom politen menyebabkan kromosom tersebut berukuran sangat besar dan membuat kromosom tersebut mudah dilihat di bawah mikroskop (Fairbanks dan Andersen 1999: 307--308).
Proses pembuktian ini mengunakan beberapa organ pada lalat Drosophila melanogaster terutama yang mengandung banyak kromosom politen, seperti kelenjar saliva, proventrikel, lambung tengah, tubulus malphigi dan rektum. Jika diperhatikan dengan cermat organ–organ tersebut merupakan organ sistem pencernaan makanan pada larva tersebut. Hal tersebut disebabkan sel-sel penyusunan tidak membelah lagi, namun menjadi semakin besar mengikuti perkembangan larva hingga membentuk pupa. Diantara contoh yang disebutkan kelenjar saliva mengandung lebih banyak kromosom politen dengan mencapai ukuran kira-kira 100 kali panjangnya kromosom tubuh lalat dewasa atau kira-kira 500 mikron (0,5 mm) (Suryo. 1995: 80).
Pada kelenjar saliva sel, kromosom bersinapsis satu sama lain dan melakukan pengulangan untuk membentuk satu struktur politen. Struktur kromosom politen terdiri dari lima lengan yang keluar dari kromosenter. Lengan tersebut mengandung kromonema dan gen. Oleh sebab itu, kromosom 2 dan 3 punya dua lengan tangan yang menyebar dari kromosenter sementara X dan Y dan kromosom 4 punya pemroyeksian
lengan tunggal dari kromosenter (Brooker. 2005). Kromosom politen memiliki beberapa bagian yang tiap-tiap bagiannya memiliki fungsi yang berbeda. Bagian pertama adalah kromosenter berfungsi sebagai tempat melekatnya lima lengan panjang
kromosom (heterokromatin dan sentromer). Kedua adalah kromonemata merupakan sejumlah benang-benang kromatin yang sangat banyak dan saling menyatu terorganisasi (Stansfield. 1991: 189). Ketiga adalah Band merupakan struktur yang lebih gelap karena bentuknya lebih padat, tetapi mengandung sedikit gen. Keempat adalah Interband kebalikan dari Band merupakan struktur yang terlihat lebih terang dan mengandung banyak gen-gen serta aktif dalam melakukan transkripsi dan kelima adalah Puff merupakan bagian dari kromosom politen yang terlihat transparan atau terang, tidak membentuk ikatan seperti band dan interband dan aktif melakukan transkripsi gen (Goodenough dkk. 1974: 141--142).
Praktikum pengisolasian larva tersebut menggunakan larutan Ringer yang berfungsi sebagai larutan fisiologis bagi larva instar III Drosophila melanogaster. Tubuh larva instar tidak akan kekeringan selama berada dalam larutan, karena bersifat isotonis terhadap permukaan tubuh larva instar (Ashburner 1989: 33--34).
Kromosom politen memiliki beberapa aplikasi terhadap makhluk hidup. Aplikasi pertama yaitu kromosom politen dapat menyediakan visualisasi perisiwa transkripsi akibat transkripsi gen (Voet D. & Voet J.G. 1990: 1041). Replikasi DNA yang berjalan terus menerus tanpa diikuti dengan pembelahan sel atau intinya, menyebabkan volume sel terus meningkat. Hal tersebut menyebabkan kromosom politen memiliki bentuk yang sangat besar bila dibandingkan dengan kromosom lainnya.
(Passarge 2007: 178).
Aplikasi yang lain dari kromosom politen adalah untuk perbanyakan gen, dapat dilakukan karena pada kromosom politen memiliki banyak sekali lengan-lengan yang kromosom yang mengandung gen, sehingga untuk membuat perbanyakannya cukup dilihat kromosom politennya saja; untuk menentukan lokasi gen dan perubahan struktur dalam kromosom, karena pada kromosom politen memiliki kromosom X yang dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya mutasi dan kerusakan-kerusakan atau keabnormalan yang terjadi pada kromosom (Watson dkk. 2004: 700).

III. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA
A. ALAT
Alat yang digunakan dalam praktikum pengamatan kromosom politen pada kelenjar saliva Drosophila melanogaster adalah mikroskop cahaya, mikroskop stereo, kaca objek, kaca penutup, cawan petri dan jarum sonde.
B. BAHAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum pengamatan kromosom politen pada kelenjar saliva Drosophila melanogaster adalah larva instar III Drosophila melanogaster (Gambar 2), kertas penghisap, pewarna asetokarmin, dan larutan Ringer (larutan NaCl 0,9%).
C. CARA KERJA
1. Satu tetes larutan Ringer diteteskan pada kaca objek.
2. Seekor larva Drosophila melanogaster (instar III) diletakkan pada tetes larutan tersebut.
3. Kaca objek kemudian diletakkan di bawah mikroskop stereo, dan dilakukan isolasi kelenjar ludah dengan cara:
a. larva ditusuk dengan jarum sonde,
b. jarum sonde lain ditusukkan di daerah mulut,
c. bagian mulut ditarik ke depan dengan hati-hati,
d. kelenjar ludah akan segera tampak, seperti sepasang kantung berwarna putih transparan (bening),
e. kelenjar ludah kemudian dibersihkan dari lemak dan bagian-bagian lain yang masih melekat,
f. sisa tubuh yang tidak diperlukan dibuang.
4. Satu tetes zat warna asetokarmin diteteskan pada kelenjar ludah, pewarnaan dilakukan selama 10--15 menit.
5. Secara hati-hati, kaca penutup ditaruh di atas kaca objek.
6. Kaca objek diletakkan di antara lipatan kertas penghisap.
7. Ibu jari ditekan di atas kaca objek secara hati-hati.
8. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya dan struktur kromosom politen yang diamati digambar.

IV. HASIL PENGAMATAN
Gambar :
Kromosom politen D. melanogaster
Preparat :
Kelenjar ludah D. melanogaster segar
Pewarnaan : Asetokarmin
Perbesaran : 10 x 10
Keterangan:
1. Kromosom politen

V. PEMBAHASAN
Praktikum genetika mengenai kromosom politen menggunakan kelenjar saliva atau kelenjar ludah dari larva instar III Drosophila melanogaster. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, DNA mengalami replikasi yang terus-menerus tanpa diikuti oleh pembelahan sel, sehingga volume sel semakin lama semakin meningkat (Passarge 2007: 178).
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum diantaranya mikroskop stereo untuk memudahkan mengambil kelenjar saliva pada larva. Mengambil kelenjar saliva dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian yang sangat tinggi karena kelenjar saliva sulit dibedakan antara satu dengan lainnya. Mikroskop cahaya untuk mengamati letak kromosom politen yang ada di preparat baru. Alat berikutnya yang digunakan adalah kaca objek dan penutup gelas untuk membuat preparat, jarum sonde untuk membedah larva, dan cawan petri untuk wadah larutan Ringer dengan larva secara sementara (pemberian tahap awal).
Bahan-bahan yang digunakan adalah larva instar III Drosophila melanogaster karena larva tersebut sudah memiliki organ-organ pembantu pencernaan secara lengkap, seperti kelenjar saliva yang mengandung enzim. Hal tersebut dilakukan karena enzim yang yang dikeluarkan merupakan susunan polipeptida yang didalamnya mengandung gen atau DNA, sehingga dapat diketahui kromosom politen yang ada di dalamnya. Selain mengetahui kromosom politen, proteinnya juga sebagai membantu dalam pembentukan organ-organ pada larva sekaligus mempersiapkan diri untuk membentuk pupa (Hartl.2005: 272).
Hal pertama yang praktikan lakukan adalah meneteskan larutan Ringer secukupnya ke dalam cawan petri yang telah dibersihkan. Larutan Ringer adalah larutan NaCl 0,9 %. Maksudnya adalah dalam 1 liter air dimasukkan natrium klorida sebanyak 0,9 gram. Fungsi larutan Ringer adalah sebagai larutan fisiologis bagi larva instar III Drosophila melanogaster. Tubuh larva instar tidak akan kekeringan selama berada dalam larutan, karena bersifat isotonis terhadap permukaan tubuh larva instar (Ashburner 1989: 33--34).
Praktikan mengambil dan mengisolasi larva instar III Drosophila melanogaster dari media ke dalam larutan setelah larutan Ringer siap. Praktikan mengambil larva instar sebanyak 3--5 ekor untuk satu preparat. Praktikan mengamati larva instar yang telah dipindahkan ke dalam larutan dengan menggunakan mikroskop. Mikroskop yang digunakan adalah jenis mikroskop stereo. Penggunaan mikroskop stereo berfungsi agar spesimen yang diamati di bawah mikroskop dapat terlihat lebih jelas bila dibandingkan dengan pengamatan menggunakan mikroskop cahaya. Hal tersebut karena mikroskop stereo memiliki medan kerja yang lebih besar, sedangkan mikroskop cahaya memiliki medan kerja yang terlalu kecil (Vodopich & Moore 2005: 3--4).
Larva instar III diiosolasi kelenjar ludah nya dengan cara menusuk kepala dan badannya dengan jarum sonde dan dengan perlahan ditarik kea rah yang berlawanan. Prosedur tersebut dilakukan di bawah mikroskop untuk memudahkan praktikan karena ukuran larva yang cukup kecil. Bagian kelenjar ludah larva dibersihkan dari lemak dan kotoran yang masih menempel setelah kepala dan badannya terpisah. Kelenjar ludah yang telah dibersihkan diletakkan di atas kaca objek yang telah dibersihkan. Satu kaca objek paling tidak diletakkan 3-5 kelenjar ludah larva. Larutan asetokarmin diteteskan secukupnya di atas sediaan dan didiamkan selama 10--15 menit. Tujuan pewarnaan menggunakan pewarna asetokarmin adalah untuk memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap kelenjar ludah larva instar. Pewarnaan selama 15 menit bertujuan agar pewarnaan berjalan dengan maksimal (Jones & Rickards 1991: 17).
Setelah 15 menit, kaca objek yang berisi preparat ditutup dengan kaca penutup. Kaca penutup ditekan-tekan dengan perlahan dan hati-hati. Tujuannya adalah agar sel-sel menyebar dan memisah sehingga memudahkan praktikan dalam pengamatan di bawah mikroskop. Sambil ditekan, cairan asetokarmin yang keluar dari sisi-sisi gelas penutup dibersihkan dengan menggunakan tisu. Pembuatan preparat selesai, kemudian dilanjutkan dengan pengamatan di bawah mikroskop. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran rendah dan secara bertahap diulangi dengan perbesaran yang lebih tinggi (Jones & Rickards 1991: 18).
Praktikan agak sulit dalam menemukan kromosom politen. Beberapa kali mengulang langkah kerja secara hati-hati tetapi kromosom politen masih sulit juga untuk ditemukan. Tepatnya praktikan hanya menemukan sepasang kelenjar ludah untuk setiap kepala larva. Setelah percobaan kesekian kalinya, akhirnya mendapatkan kromosom politen, walaupun dengan struktur dan bagian yang kurang jelas (Gambar 5). Hal tersebut dapat disebabkan karena preparat yang dibuat terlalu banyak menggunakan pewarna asetokarmin dan kurang dalam penekanan..
Berdasakan dengan literatur yang ada bagian yang terlihat oleh kami adalah bentuk kromosom politen yang belum membuka lengan-lengannya. Di preparat terlihat seperti bulatan-bulatan yang besar, tetapi terlihat perbedaan antara band dan interband-nya. Namun, secara konsep yang ada sudah sesuai bahwa dalam fase interfase seekor larva membuat kromosom politen dalam jumlah besar karena hal tersebut dilakukan dengan bertujuan untuk pembentukan protein pada saat larva akan berkembang menjadi dewasa.

IV. KESIMPULAN
1. Struktur kromosom politen Drosophila melanogaster terdiri dari lima lengan kromosom yang dilekatkan oleh sebuah struktur di tengahnya yang disebut dengan kromosenter. Lima lengan tersebut berturut-turut adalah kromosom-X, lengan kanan dan kiri masing-masing untuk kromosom nomor 2 dan 3, serta kromosom nomor 4 yang sangat kecil sehingga secara keseluruhan kromosom politen tampak hanya memiliki 5 lengan.
2. Bagian-bagian kromosom politen Drosophila melanogaster terdiri dari kromosenter, kromonemata, pita band dan interband, dan puff.
3. Perbedaan kromosom politen dengan kromosom biasa adalah kromosom politen mempunyai ukuran yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kromosom biasa, karena dalam siklusnya kromosom politen hanya mengalami fase pertumbuhan (interfase) dan replikasi DNA tanpa disertai dengan pembelahan sel atau intinya, sehingga mengalami penggandaan replikasi DNA yang disebut dengan reduplikasi DNA.

V. DAFTAR ACUAN
Brooker, Robert J. 2005. Genetics : Analysis & Principle. McGraw Hill,
New York: xxii + 211 hlm.
Campbell, N.A., J.B. Reece, & L.G. Mitchell. 2002. Biologi. Edisi kelima-Jilid-1. Terj. dari Biology oleh Lestari, R. Erlangga, Jakarta: xxi + 438 hlm.
Fairbanks, D.J. & W.R. Andersen. 1999. Genetics: The continuity of life. Brooks/cole Publishing Company, Pacific Groove: xix + 820 hlm.
Goodenough, U & Levine, R.P. 1974. Genetics. Holt, Rinehart and
Winston, United States of America: xiv + 141--142 hlm.
Hartl, D.L. dan Elizabeth W. Jones. 2005. Genetics: Analysis of genes and
genomes. Ed. ke-6. Jones and Bartlett Publishers, Inc. Sudbury: xxv
+ 854 hlm.
Sadava, D. 2004. Life: The science of biology. 5th ed. Sinauer Associates, Inc., New York: 1243 hlm.
Stansfield,w.d . Theory and problem of genetics,second edition. Teori dan soal2 genetika,. Alih bahasa Machidin Apandi & Lanny.T. Hardy,McGraw hill 1983, terj. Erlangga 1991,jakarta . Viii + 417 hlm.
Suryo, 1995. Sitogenetika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta: xii + 531 hlm.
Vodopich & Moore. 2005. Biology: Laboratory manual. 7th ed. McGraw-Hill. New York: ix + 555 hlm.
Watson, Baker, Bell, Gann, Lavine & Losick. 2004. Molecular biology of the gene. Pearson Education, New York: xxix + 732 hlm.

0 komentar:

Posting Komentar

 
ADDANA UpDate © 2010 | Designed by My Blogger Themes | Blogger Template by Blog Zone